Tarian Naga Liong: Melestarikan Warisan Budaya dan Kearifan Lokal
Di sebuah desa yang subur di kaki gunung, hiduplah masyarakat yang damai. Mereka bercocok tanam dan berternak dengan riang, namun lupa bersyukur. Setiap tahun, mereka mempersembahkan daging ternak terbaik kepada para dewa, namun tak pernah ada sesajen berupa tumbuhan.
Suatu hari, bencana datang. Hujan tak kunjung turun, sawah mengering, dan ternak jatuh sakit. Para penduduk kebingungan. Kepala desa yang bijak bermimpi di malam gulita. Dalam mimpinya, ia melihat seekor naga raksasa berwarna biru sedang dihukum oleh Kaisar Langit. Sang naga memberitahu bahwa para dewa murka karena hanya diberi persembahan daging, sementara hasil bumi yang dilimpahkan para dewa diabaikan.
Ketika terbangun, sang kepala desa mengumpulkan warga. Ia menceritakan mimpinya dan mengajak warga untuk menanam kembali, serta mempersembahkan hasil panen sebagai sesajen. Para warga setuju dan dengan tekun mereka bercocok tanam.
Tibalah saat panen raya. Penuh rasa syukur, mereka mempersembahkan buah-buahan dan padi yang berlimpah. Tiba-tiba, langit bergemuruh dan seekor naga biru raksasa mendarat dengan anggun di tengah sawah. Sang naga memuji para penduduk atas kesungguhan mereka dan berjanji akan membawa hujan yang subur. Sejak saat itu, setiap tahun setelah panen raya, diadakanlah tarian naga liong88 sebagai bentuk penghormatan kepada para dewa dan naga biru pembawa hujan.